,

Jenna Jambeck : Setiap Orang Harus Kurangi Sampah Plastik

Masalah sampah plastik di laut tengah menjadi sorotan. Hal tersebut muncul karena  riset mengenai sampah plastik di lautan oleh peneliti dari Universitas  Georgia, Dr. Jenna Jambeck. Hasil risetnya menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua dari 192 negara sebagai penyumbang sampah plastik ke lautan.

Penelitiannya dipublikasikan pada Jurnal Science (www.sciencemag.org) pada 12 Februari 2015 . Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam 5 besar penyumbang sampah plastik terbesar ke lautan dengan urutan Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Srilanka. Bukan prestasi yang membanggakan tentunya. Karena, dari data tersebut membuktikan bahwa belum adanya pengelolaan sampah yang baik, sehingga laut ikut terdampak oleh adanya sampah plastik.

Pada pertengahan Juni lalu, Dr. Jenna Jambeck berkesempatan mengunjungi Indonesia. Kunjungan Dr. Jenna Jambeck berlangsung dari tanggal 9-13 Juni 2017. Dalam jadwalnya yang padat, ia menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan berbagai organisasi lingkungan dan masyarakat mengenai masalah sampah plastik di laut.

Dr. Jenna Jambeck adalah seorang akademisi dan peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat. Ia telah lama berkecimpung pada isu manajemen pengelolaan sampah selama lebih dari 20 tahun dan berpengalaman dalam melakukan penelitian sampah di lautan sejak tahun 2001. Penelitiannya mengenai sampah di lautan diakui secara global dan menjadi bahan diskusi banyak organisasi, seperti U.S. Congress, G7, G20 dan United Nation Environment Program (UNEP).

Diskusi pertama berlangsung di kantor Walhi Eksekutif Nasional pada Senin, 12 Juni 2017. Dr. Jenna Jambeck beserta pihak US Embassy Jakarta berbincang-bincang dengan rekan-rekan media dan organisasi seperti Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), BaliFokus Foundation, anggota Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), MAN Forum, dan Sustainable Product Forum. Bertindak sebagai moderator ialah Tiza Mafira selaku Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Tema utama yang diangkat dalam forum ini adalah “break free from plastic”.

Acara tersebut berlangsung kurang lebih 90 menit dengan nuansa non formal. Para peserta  menanyakan banyak hal terkait riset yang diteliti oleh Dr. Jenna Jambeck. Diskusi ini memberikan peluang untuk menggali dan memahami lebih jauh permasalahan sampah plastik di lautan yang berpengaruh pada ekosistem laut di Indonesia.

IMG-20170612-WA0008

IMG-20170614-WA0007

Selain memiliki pekerjaan utama sebagai peneliti di Universitas Georgia, Dr. Jenna Jambeck juga seorang direktur dari Center for Circular Materials Management di kampus yang sama. Ia membuat sebuah aplikasi Marine Debris Tracker sebagai platform untuk melaporkan kondisi sampah plastik di darat maupun di laut. Aplikasi tersebut bisa diunduh baik di Android maupun iOS. Sehingga, seluruh masyarakat di dunia dapat melaporkan daerah mana saja yang menghasilkan banyak sampah, tidak hanya di wilayah lautan tetapi juga daratan.

Di hari berikutnya, Selasa, 13 Juni 2017, Dr. Jenna Jambeck berkesempatan hadir di @america, Pacific Place Mall, Jakarta untuk mempresentasikan risetnya mengenai sampah plastik di lautan. Peserta yang hadir pada acara ini cukup beragam, seperti , Politeknik Perikanan dan Kelautan Karawang, Institut Pertanian Bogor, dan instansi pendidikan lainnya.

34892775540_db487ddd42_o

Sumber : Flickr @america

Presentasi dan diskusi ini bertema “Oceans of Plastic” dimoderatori oleh Rahyang Nusantara (Koordinator Nasional GIDKP). Acara dibuka dengan sambutan dari Sarah L. Mathur sebagai perwakilan dari US Embassy Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan presentasi Dr. Jenna Jambeck.

Dr. Jenna Jambeck merasa takjub dengan kondisi geografi Indonesia yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan setiap orang sangat dekat dengan laut. Sayangnya belum ada komitmen untuk mengelola sampah agar tidak mengotori lautan. Pada sesi pertama, Dr. Jenna Jambeck menampilkan video perjalanannya dalam meneliti sampah plastik dan menunjukkan kondisi tempat pemrosesan akhir (TPA)  di Amerika. Selanjutnya, dalam video tersebut, bersama dengan beberapa rekan yang juga terdiri dari anak-anak serta remaja, Dr. Jenna Jambeck melakukan aksi beach clean up (bersih-bersih pantai) dan melaporkannya melalui aplikasi Marine Debris Tracker untuk menghitung jumlah sampah plastik yang dihasilkan. Dr. Jenna Jambek kembali memaparkan dokumen hasil risetnya mengenai sampah plastik yang ia lakukan bersama dengan tim penelitiannya.

Masalah sampah di Amerika sudah terjadi dari tahun 1970-an saat ia masih berusia kanak-kanak. Negaranya sudah mulai berupaya untuk melakukan manajemen pengelolaan sampah. Atas alasan inilah ia mendedikasikan diri menjadi peneliti pada isu sampah plastik di laut. Menurutnya, rata-rata seluruh negara di dunia melakukan hal yang sama terhadap sampah, yaitu membuang semua jenis sampah ke TPA tanpa ada pemisahan sampah terlebih dahulu. Setelah melihat kondisi di Indonesia, ia melihat tidak sedikit juga upaya yang dilakukan di Indonesia untuk memisahkan sampah yang proses pengangkutannya menggunakan sepeda motor sehingga tidak semuanya berakhir di TPA. Ini adalah tantangan yang cukup besar tapi menjadi tanggung jawab kita semua supaya sampah tidak tercampur dan dibuang ke fasilitas yang disediakan.

Apa yang terjadi jika tidak ada pengelolaan sampah?

“This is a global problem”, ucap Jenna Jambeck. Tentu saja jika tidak ada pengelolaan sampah maka semuanya akan berakhir di laut. Semua negara menghadapi masalah yang sama. Di Amerika yang banyak terdampak adalah di wilayah Pasifik. Suatu kali, ia pernah mengunjungi Canary Island dan melihat banyak mikroplastik di sana.

IMG-20170614-WA0030

Sumber : Flickr @america

Mikroplastik sendiri adalah butiran atau cacahan plastik dalam ukuran yang sangat kecil. Dr. Jenna Jambeck menegaskan bahwa plastik tidak terdegradasi secara alamiah. Dalam waktu yang cukup lama, plastik akan berubah menjadi ukuran yang lebih kecil lagi dan bisa merusak lingkungan. Berbeda dengan mikroplastik, microbeads adalah komponen yang ada di dalam kosmetik yang juga memberikan pengaruh buruk bagi air. Microbeads adalah bahan kecantikan yang berasal juga dari plastik. Tidak sedikit pembersih wajah yang kita gunakan mengandung microbeads yang memiliki dampak buruk dalam sistem manajemen air. Banyak negara di Amerika yang sudah melarang microbeads dan berharap semua negara di dunia bisa melakukan hal yang sama.

Daerah lain yang terdampak dari sampah plastik adalah Laut Artik yang tidak banyak dihuni oleh manusia. Sampah plastik berlayar dan mengikuti arus laut hingga mencapai Laut Artik yang cukup jauh dari pemukiman penduduk.

Dampak dari sampah plastik akan berpengaruh pada kehidupan hewan. Dr. Jenna Jambeck menunjukkan beberapa gambar yang terdampak dari kehadiran sampah plastik. Plastik yang berakhir di laut akan dikonsumsi oleh ikan-ikan. Indera penciuman hewan laut akan menganggap bahwa plastik sama seperti makanannya. Jika ikan-ikan dilaut yang terdampak plastik dimakan oleh manusia, akan berpengaruh pada kesehatan dan lebih buruk akan menyebabkan kematian.

Sekarang kita tahu bahwa plastik dalam ukuran yang kecil juga akan dimakan oleh makhluk dengan ukuran yang kecil juga. Dan harus kita pahami bersama implikasi apa yang terjadi dari adanya sampah plastik.

Banyak pihak yang sering bertanya kepada Dr. Jenna Jambeck ke mana sampah plastik akan berakhir? Sampah plastik berasal dari berbagai tempat dan jika tidak dibuat suatu sistem yang baik, maka laut menjadi tempat terkahir bagi sampah plastik.

Dr. Jenna Jambeck kemudian menampilkan infografik dari hasil risetnya untuk menjelaskan lebih detil ke mana sampah plastik akan bermuara. Pada tahun 2010, jumlah produksi sampah plastik global mencapai 270 juta metric ton yang hitung dari 192 negara dan total sampah plastik mencapai 275 juta metric ton. Dari sini dapat kita bayangkan berapa jumlah sampah yang kita hasilkan selama ini.

Apa yang bisa kita lakukan?

Selain mengadvokasikan perubahan apa yang ingin kita lihat, beberapa saran yang bisa dilakukan sesuai rekomendasi Dr. Jenna Jambeck adalah sebagai berikut :

  1. Gunakan tempat minum pakai ulang;
  2. Gunakan tas belanja pakai ulang;
  3. Pakai sedotan yang bisa dipakai berkali-kali berbahan stainless steel;
  4. Pakai perlengkapan piknik yang bisa digunakan berkali-kali;
  5. Pilih produk dengan komponen plastik yang sangat sedikit.

Dr. Jenna Jambeck memberikan pesan kepada semua pihak terutama produsen produk untuk ikut bertanggung jawab dalam mengelola lingkungan. Menurutnya, desainer produk perlu memikirkan bagaimana caranya mendesain produk dengan memperhitungkan end-of-life dari produk yang dibuat. Produsen harus mempertimbangkan jenis bahan yang digunakan karena akan berpengaruh pada besaran sampah yang dihasilkan.

IMG-20170614-WA0027

Sumber : Flickr @america

Dr. Jenna Jambeck mengapresiasi dengan banyaknya inisiatif kegiatan bersih-bersih sampah di Indonesia. Yang perlu digarisbawahi adalah setiap orang punya peran dan tanggung jawab untuk mengelola sampahnya sendiri sebelum berakhir di laut.  Masyarakat bisa memulai dengan meminimalisir pemakaian plastik sehingga tidak berakhir menjadi sampah plastik di laut.

Banyak solusi yang bisa dilakukan untuk mencegah sampah plastik sampai ke laut. Ia juga menyampaikan bahwa kehadiran kantong plastik label oxodegradable dan biodegradable yang saat ini marak dipasarkan di masyarakat bukan solusi yang tepat karena akan menjadi mikroplastik dan dikonsumsi oleh hewan laut.

Di akhir acara, Dr. Jenna Jambeck berpesan agar seluruh pemangku kepentingan punya komitmen untuk menyelesaikan sampah plastik di laut. Semuanya harus diinformasikan dengan baik. Supaya tidak ada lagi yang terkena dampak karena plastik. (AS)

 

IMG-20170614-WA0029

IMG-20170614-WA0028

IMG-20170614-WA0031

Sumber : Flickr @america

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).