, ,

Kegiatan Forum Regional dan Aksi Bersih Pantai untuk Mengatasi Sampah Plastik di Laut di Kawasan Asia Tenggara

Oleh : Yulia Azizah Sulaeman

Permasalahan polusi sampah plastik ke laut merupakan isu global yang tengah hangat diperbincangkan. Pasalnya, 80 % sampah yang berada di laut berasal dari daratan. Indonesia sendiri menyandang predikat sebagai negara kedua terbesar penyumbang sampah plastik ke laut setelah China. Berdasarakan penelitian Dr. Jenna Jambeck (2015) terdapat 6 negara anggota ASEAN yang masuk ke dalam daftar 20 besar negara penyumbang sampah plastik ke lautan. Negara-negara tersebut adalah Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Myanmar. Oleh karena itu, Center for Southeast Asian Studies (CSEAS) bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kedutaan Republik Federal Jerman di Jakarta menyelenggarakan forum regional yang bertajuk “Managing Marine Plastic Pollution: Policy Innitiatives in ASEAN Countries” di Le Meridien Hotel, Jakarta pada tanggal 5-6 Desember 2017 lalu.

Ir. R. Sudirman MM., selaku Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengatakan bahwa Indonesia menargetkan pengurangan sampah plastik di laut sebanyak 70% pada tahun 2025. KLHK sendiri memiliki program untuk mengurangi sampah plastik dengan beberapa cara diantaranya, yaitu mengenalkan penggunaan reusable bag daripada kantong plastik sekali pakai, menerapkan harga kantong plastik (kantong plastik tidak gratis), dan membawa kembali kantong plastik serta meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai sampah terutama sampah plastik.

Jonathan Gilman yang mewakili United Nations Environment Programme (UNEP) Asia Pasific menambahkan adanya beberapa gap dalam kerangka pemerintahan diantaranya, yaitu tidak adanya institusi global yang memiliki mandat untuk mengoordinasikan upaya-upaya ini; kurangnya standar global untuk mitigasi, monitoring dan pelaporan nasional mengenai konsumsi, penggunaan, treatment akhir dan perdagangan sampah plastik; kurangnya standar industri global untuk pengendalian plastik ke lingkungan; adanya kesenjangan geografis; pendekatan pengelolaan sampah yang terfragmentasi pada level regional; kurangnya data di beberapa daerah mengenai sumber plastik, mikroplastik di lingkungan laut, pada organisme terkait dengan risiko kesehatan dan ekosistem, dan sebagainya. UNEP mengusulkan adanya baseline data mengenai plastik dan sampah plastik agar sampah plastik ini dapat dicegah.

Adapun perwakilan dari Sekretariat ASEAN mengatakan bahwa Sekretariat ASEAN dapat menjadi pemimpin global dalam mengelola sampah di laut. Kompleksitas pengelolaan pesisir pantai, dan laut secara berkelanjutan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif, integratif, dan terkoordinasi dalam hal kebijakan, perundang-undangan, peraturan institusi, investasi keuangan, dan pengelolaan. Hal tersebut tentunya perlu didukung pula oleh pemerintah setempat serta partisipasi dari generasi muda dan pihak swasta.

Perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sapta Putra Ginting M.Sc., Ph.D. menyebutkan bahwa KKP memiliki program Gita Laut (Gerakan Cinta Laut) yang merupakan sebuah gerakan nasional membangun kesadaran masyarakat untuk mengurangi sampah dan polusi ke laut serta menjaga/melestarikan ekosistem pesisir. Strategi lain yang dimiliki KKP diantaranya adalah pengendalian dan pengelolaan sampah daratan dan laut serta penelitian mengenai dampak sampah laut.

Beberapa peneliti dan ahli juga mengungkapkan bahwa adanya sampah laut berdampak pada biota dan ekosistem laut serta dapat mengancam kesehatan manusia. Selain itu, sampah laut tidak hanya mengganggu estetika area pantai dan laut tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi. Peneliti senior Maritime Institute of Malaysia (MIMA), Cheryl Rita Kaur mencoba memperkenalkan suatu alat ukur yang dinamakan Clean Coast Index (CCI). CCI ini dapat menghasilkan baseline  data yang cukup untuk mengevaluasi kebersihan area pantai. CCI mengukur jumlah berat sampah laut yang dibersihkan per meter persegi wilayah pesisir pantai yang disurvey. Para peneliti juga mendukung adanya inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam merumuskan strategi yang tepat untuk menangani pengelolaan sampah laut.

Pada sesi terakhir, Dr. Imam Musthofa dari WWF Indonesia mengatakan pendekatan untuk pengelolaan sampah laut ini dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya mendirikan kota bebas polusi plastik, melakukan inovasi program kerja, kolaborasi dengan pihak industri untuk pengelolaan sirkulasi bahan/material, koordinasi global dan regional, membangun kesadaran dan keahlian melalui seminar, kampanye dan sosial media. Prof. Jatna Supriatna, Ketua United Nations Suistainable Development Solution Network (UN SDSN) Indonesia menambahkan bahwa kerjasama multi sektor merupakan kunci terciptanya pembangunan berkelanjutan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan penegak hukum, pihak swasta sebagai pelaku ekonomi dan bisnis, generasi muda sebagai campaigner dan para akademisi sebagai center of excellence pembangunan berkelanjutan.

Forum regional ini pun ditutup dengan kegiatan beach clean up di Pantai Tanjung Pasir, Tangerang yang diadakan pada keesokan harinya, 6 Desember 2017. Kegiatan ini merupakan kolaborasi dari Kedutaan Republik Federal Jerman di Jakarta, CSEAS, Dinas Kebersihan Kota Tangerang, dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Kegiatan bersih-bersih pantai ini dilakukan selama kurang lebih 2 jam dan jumlah sampah yang terkumpul sebanyak 31,5 kg. 65% dari total sampah merupakan sampah plastik baik itu berupa kantong plastik, botol dan tutup botol plastik, sedotan dan kemasan plastik. Selain kegiatan bersih pantai, dilakukan juga sesi sharing dari rekan GIDKP, Rinda selaku Founder Project Semesta, yang memaparkan bagaimana memanfaatkan sampah kantong plastik menjadi bahan baku membuat karya yang bernilai ekonomis.

Direktuf Eksekutif CSEAS, Arisman, berharap dengan kegiatan forum regional dan aksi bersih pantai ini dapat menjadi wadah penyaluran informasi dan penyadartahuan mengenai isu sampah plastik di laut, membangun kolaborasi dan melibatkan berbagai pihak di negara Asia Tenggara, baik pemerintah, pihak swasta, organisasi dan masyarakat lainnya untuk menciptakan solusi langsung dalam mengatasi sampah plastik di laut dan mengelaborasi rekomendasi yang efektif untuk menciptakan kebijakan terkait penyelesaian masalah ini.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).