,

Surat Edaran Kantong Plastik Berbayar Digugat 10 Advokat

19 April 2016

Padang, sumbarsatu.com—Mohammad Aqil Ali bersama 10 advokat lainnya mengajukan uji materil terhadap peraturan di bawah undang-undang kepada Ketua Mahkamah Agung RI terhadap kewajiban konsumen membeli kantong plastik.

“Mahkamah Agung dimohon untuk melakukan pengujian secara materil terhadap dua pokok masalah yang kami perkarakan,” kata Mohammad Aqil Ali dalam relis yang diterima sumbarsatu.com, Selasa (19/4/2016).

Menurut Mohammad Aqil Ali  ada dua hal yang dijadikan dasar gugatan itu, pertama, apakah sah dan berlaku aturan mengenai kewajiban membeli suatu barang, in casu kantong plastik, yang merupakan barang yang menjadi kewajiban bagi seorang penjual untuk membungkus barang dagangannya agar dapat dibawa untuk dinikmati oleh seorang pembeli.

“Sebab kantong plastik diketahui sebagai alat dari pihak penjual yang disediakan secara gratis yang muncul dari pola hubungan hukum jual-beli, bukan bersumber dari pihak pembeli,” katanya.

Hal ini, tambahnya, bertentangan dengan Pasal 612 KUH Perdata yang menjamin adanya kewajiban penyerahan kebendaan oleh si penjual dengan penyerahan yang nyata kepada si pembeli selayaknya penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam hal kebendaan itu berada.

Kedua, apakah sah dan berlaku suatu benda, in casu kantong plastik, yang dianggap mencemari lingkungan dijadikan objek yang diperjualbelikan?

Hal ini, jelasnya, bertentangan dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan objek perikatan jual-beli haruslah berupa kausa (sebab, isi) yang halal.

“Kantong plastik tidak dapat dipungkiri merupakan suatu benda yang muncul dalam setiap transaksi jual-beli ritel dari pihak pengusaha ritel selaku si penjual. Selama ini begitulah praktik jual-beli barang ritel, guna menyempurnakan serah terima barang yang dibeli darinya, maka seluruh barang belanjaan dibungkus dengan kantong plastik,” terangnya.

Setelah barang dibungkus, tambahnya lagi, sempurnalah jual-beli secara ritel tersebut sebagaimana diamanatkan oleh KUH Perdata agar selanjutnya dapat dinikmati oleh si pembeli.

“Tidak terbayangkan jika penyempurnaan jual-beli tersebut ditiadakan atau disyaratkan dengan membeli yang tentunya menjadi beban lagi bagi pihak si pembeli. Tidak seluruh pembeli yang bertransaksi ditoko ritel menyiapkan bungkusan sendiri sendiri, dengan demikian aturan ini tentu menjadi parsial sifatnya dan tidak lagi universal,” papar Mohammad Aqil Ali.

“Harapan kami dengan diajukannya uji materil ini, maka MA masih memiliki nurani dan keberpihakan kepada masyarakat umum dan khususnya kepada lingkungan hidup. MA harus menyatakan tidak sah dan tidak berlakunya Surat Edaran Nomor : S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016,” tegas Mohammad Aqil Ali.

Seperti diinformasikan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pertemuan dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Assosiasi Pengusaha Ritel Seluruh Indonesia (APRINDO).

Pertemuan ini menghasilkan regulasi berupa Surat Edaran Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun No : S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, yang diberlakukan sejak tanggal 21 Februari 2016 yang bertepatan juga dengan Hari Peduli Sampah Nasional.

Regulasi tersebut diberlakukan selama 6 bulan dengan masa evaluasi berkala 3 bulan sekali. Jika aturan ini berhasil maka akan di atur dalam regulasi berupa peraturan menteri (permen).

Regulasi tersebut telah dijalankan hampir 2 bulan lamanya, terutama dalam hal tidak disediakannya lagi kantong plastik secara cuma-cuma oleh pengusaha ritel.

Apabila konsumen memerlukan kantong plastik maka konsumen diwajibkan membeli kantong plastik dari toko ritel seharga minimal Rp200 per kantong sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).

Sebagai harga minimal maka tidak mengherankan jika di Kota Balikpapan ditetapkan seharga Rp1.500 per kantong plastik.  Bahkan baru-baru ini YLKI menyuarakan harga minimal menjadi Rp1.000 per kantong plastik.

Untuk itulah advokat Indonesia, Mohammad Aqil Ali bersama Ronny Asril, Veri Junaidi, Harry Syahputra, Wibisono Oedoyo, Endang Suparta, Abdul Lukman Hakim, Muhammad Irfan Elhadi, Suwirman Sikumbang, dan Roni Saputra menggunakan haknya yang berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan perundang-undangan untuk melakukan pengujian regulasi tersebut di atas dengan melakukan pengajuan permohonan uji materil kepada MA melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“Permohonan uji materil telah terdaftar pada Jumat, 15 April 2016 di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” katanya. (SSC)

 

Artikel di atas dapat di baca di Sumbar Satu

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).