,

Penanganan Polusi Plastik di Sekolah Menjadi Agenda Fokus Envirochallenge 2018

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) kembali mengadakan Envirochallenge. Pada tahun ketiga ini, GIDKP bekerjasama dengan Yayasan Indonesia Upaya Damai (UID) dan organisasi pemuda global yang bernaung dalam United Nations Sustainable Development Solutions Network Youth (SDSN Youth) Indonesia, melebarkan sayap Envirochallenge dengan menggandeng siswa SMA/SMK/sederajat dari Jabodetabek, Bandung Metro dan kota Denpasar. Polusi plastik dipilih sebagai tema Envirochallenge 2018. Sebanyak 26 sekolah yang terpilih menjadi peserta Envirochallenge 2018 ditantang untuk memetakan isu polusi plastik di sekolahnya dan mencari ide solusi yang sejalan dengan pendekatan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Para siswa sekolah Envirochallenge 2018 mendapatkan pelatihan pemetaan masalah polusi plastik di sekolahnya dan didorong untuk membuat program kreatif sebagai solusinya

Direktur Eksekutif GIDKP Tiza Mafira sangat bersemangat melihat kreatifitas para siswa SMA/SMK/ sederajat yang terlibat dalam Envirochallenge 2018. Ia menilai anak muda segmen yang sangat penting dalam membangun inisiatif penyelamatan lingkungan hidup, dan ini dimulai di sekolah. “Di sini bukan mencari solusi yang paling canggih untuk diterapkan. Melainkan, ide program yang kreatif untuk dapat diimplementasikan. Terlihat dari sekolah-sekolah yang menang di Envirochallenge 2017 melaporkan penurunan sampah plastik sebesar 70 persen. Program-program dari sekolah yang menang dari tahun sebelumnya masih diimplementasikan sampai sekarang walau sudah tidak dipantau lagi. Ini yang saya maksud perubahan yang berkelanjutan,” katanya dalam konferensi pers Pitching Day Envirochallenge 2018 di Jakarta.

Sementara Wakil Presiden Eksekutif UID Cokorda Istri Dewi mengingatkan pentingnya kepedulian kepada bumi ini. “Bumi ini adalah ibu pertiwi. Disebut demikian karena kita hidup dari dia. Kita hanya punya satu planet. dan kita lupa kalau buang sampah sembarangan. Minum dari botol plastik lalu buang. Sadar tidak dengan apa yang kita lakukan?,” ujarnya. Ia menceritakan bahwa seorang profesor Institut Teknologi Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology/MIT) justru menemukan jawaban untuk permasalahan di Indonesia itu melalui ‘Tri Hita Karana,’ yakni dengan menciptakan harmoni antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan dirinya sendiri untuk mencapai kebahagiaan.

Permainan SDGs Card dalam kegiatan Envirochallenge 2018 dalam rangka memberikan pengalaman kepada para siswa mengenai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Sebanyak 26 sekolah yang terpilih menjadi peserta Envirochallenge 2018 mendapatkan kesempatan lokakarya dari para mentor untuk melakukan pemetaan awal permasalahan sampah plastik di sekolah. Kemudian, mereka dibantu menyusun program kreatif untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mulai dari sampah botol air minum kemasan, sampah bungkus plastik sekali pakai untuk obat, sampai dengan sampah pembalut wanita ditemukan oleh para siswa menjadi permasalahan di sekolahnya. Kegiatan ini juga melibatkan beberapa organisasi sebagai relawan fasilitator, di antaranya Sea Soldier Jakarta dan IAAS Local Committee Universitas Padjadjaran.

Dari 26 sekolah, terpilih 10 sekolah dengan proposal terbaik dan berhak menghadiri sesi Coaching Day yang dilaksanakan selama dua hari di Jakarta pada 26-27 September 2018. Sekolah-sekolah yang terpilih adalah SMAN 6 Bekasi, SMA Insan Cendekia Madani, School of Human, MAN 4 Tangerang, SMAN 2 Bandung, SMKN 5 Bandung, SMAN 5 Cimahi, SMA Kuta Pura, SMAN 1 Kuta Utara, dan SMK Farmasi Saraswati 3 Denpasar. Pada hari pertama, perwakilan sekolah terpilih mendapatkan pelatihan jurnalistik lingkungan dari media lingkungan hidup, Greeners, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan sensing journey ke Bank Sampah Hijau Selaras Mandiri di Jakarta Pusat dan Bank Sampah Malaka Sari di Jakarta Timur. Pada hari kedua, perwakilan sekolah terpilih mempresentasikan program sekolah mereka. Masing-masing sekolah terpilih mendapatkan pendanaan Rp 5 juta untuk implementasi program.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).