Riset Baseline dan FGD Pedagang Pasar Bebas Plastik Kota Bandung

Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung dan Perumda Pasar Juara memiliki misi untuk mensosialisasikan pengurangan penggunaan kantong plastik di Pasar Rakyat Kota Bandung melalui program “Pasar Bebas Plastik”. Program ini juga sebagai salah satu bentuk implementasi terkait Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Walikota Bandung Nomor 37 Tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 17 Tahun 2012. Pasar Rakyat termasuk subyek yang diatur dan perlu perhatian lebih untuk dilibatkan dalam upaya pengurangan timbulan sampah plastik karena sebanyak 45% sampah kantong plastik berasal dari pasar rakyat (GIDKP, 2021). Pasar yang dijadikan percontohan untuk pengimplementasian Pasar Bebas Plastik sendiri adalah Pasar Kosambi dan Pasar Cihapit.

Pasar Bebas Plastik dapat terwujud dengan melaksanakan beberapa program terlebih dahulu seperti perlu dilakukan riset baseline kepada pedagang di pasar agar persiapan susunan program yang akan dijalani nantinya dapat berjalan sesuai dengan hasil yang diinginkan. Riset baseline dilaksanakan selama empat hari pada tanggal 23-26 Februari 2021.Hasil riset baseline menunjukkan bahwa penggunaan kresek besar yang dikeluarkan di Pasar Cihapit setidaknya sebanyak 1.368 lembar dalam sehari dan setidaknya sebanyak 5.971 lembar dalam sehari di Pasar Kosambi. Sedangkan untuk penggunaan kresek kecil yang dikeluarkan di Pasar Cihapit setidaknya sebanyak 1.200 lembar dalam seharinya dan sebanyak 5.300 lembar dalam sehari di Pasar Kosambi. Kresek tersebut paling banyak dikeluarkan oleh pedagang sayuran/buah, pedagang daging, dan pedagang bahan makanan/sembako, dimana pedagang-pedagang tersebut merupakan pedagang yang paling banyak diminati dan dicari di pasar.

Rata-rata biaya untuk jenis kresek besar, kecil, dan tanpa gagang yang dikeluarkan pedagang di Pasar Cihapit adalah Rp 74.000per bulannya  dan Rp 251.000 per bulannya di Pasar Kosambi. Sebanyak 84,25% pedagang di pasar pun menyatakan bersedia untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Tanggapan para pedagang tentang pasar bebas plastik sendiri sebenarnya lebih banyak setuju dan mendukung tetapi untuk implementasi di lapangannya sendiri membutuhkan waktu yang lama untuk terus-menerus mengingatkan, mendorong dan mengedukasi pedagang untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. 

Kebanyakan dari pedagangkhawatir akan berkurangnya konsumen jika mereka tidak menawarkan plastik secara gratis karena sudah merupakan kebiasaan untuk menyediakan dan memberikan plastik secara gratis kepada konsumen. Berbeda halnya dengan pedagang plastik sebagian tidak setuju karena dengan adanya program ini usaha mereka akan terdampak dan sebagian lainnya setuju dan mendukung namun harus tetap ada cara lain yang dapat menguntungkan mereka salah satunya dengan memberikan alternatif dagangan pengganti kresek sekali pakai. 

Selain riset baseline, dilakukan juga Focus Group Discussion (FGD)  dengan para pedagang pasar untuk berdiskusi dan membahas mengenai ide kantong belanja ramah lingkungan yang sesuai untuk setiap jenis pelaku usaha serta ide kreatif untuk menarik masyarakat atau konsumen agar turut mendukung penggunaan kantong ramah lingkungan khususnya di Pasar Cihapit dan Kosambi. Kegiatan tersebut dihadiri oleh pedagang dan staff pasar, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung, dan Perumda Pasar Juara, dan penyedia kantong alternatif ramah lingkungan.

Kegiatan FGD tersebut dilakukan selama dua hari dengan masing-masing pasar melakukan diskusi secara terpisah. Dari hasil diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan atau kendala yang dirasakan oleh pedagang adalah adanya konsumen yang meminta kantong plastik secara berlebih dan segan untuk bertanya kepada pembeli apakah mereka membawa kantong sendiri atau tidak karena kemungkinan beberapa masyarakat yang tidak tahu tentang pelarangan. Selain itu pedagang juga berdiskusi tentang solusi alternatif yang dapat dilakukan diantaranya penerapan SOP bertanya dari pedagang kepada konsumen, pemberian bonus/diskon kepada konsumen yang berbelanja menggunakan tas guna ulang, pedagang diharapkan tidak lagi menyediakan kantong plastik di kiosnya, mengingatkan konsumen untuk membawa wadah sendiri, dan membuat kampanye-kampanye kreatif.

Seluruh program tersebut juga tidak dapat terwujud jika tidak ada dukungan dari pihak pemerintah dan pihak pasar. Dukungan yang dapat dilakukan berupa sosilalisasi kepada konsumen/masyarakat di sekitar area pasar, pemberian subsidi tas alternative dan pengawasan yang dilakukan oleh DLHK dan Perumda Pasar dan tentunya seluruh pedagang serentak untuk menerapkan pengurangan penggunan plastik sekali pakai.

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).