,

Kantong Plastik Berbayar Diminta Diterapkan di Semua Sektor

TEMPO.CO, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) khawatir tren belanja di toko swalayan menurun akibat penerapan kebijakan kantongn plastik berbayar.

“Karena itu kami meminta kebijakan ini juga diterapkan pada ritel pasar rakyat,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Mandey, Ahad, 14 Februari 2016.

Mengutip hasil Nielsen 2015, Roy menyebutkan, market share industri ritel-toko swalayan (minimarket, supermarket, hipermarket, dan perkulakan) di Indonesia hanya sebesar 26,0 persen. Sedangkan ritel pasar rakyat mencapai 74,0 persen. “Artinya, kebijakan ini hanya akan berhasil jika semua peritel, baik toko swalayan maupun pasar rakyat menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar secara simultan.”

Kebijakan kantong plastik berbayar ini sedianya bakal mulai diberlakukan pada 21 Februari mendatang di 17 kota besar di Indonesia. Kebijakan tersebut diluncurkan bersamaan dengan Hari Peduli Sampah Nasional. Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tuti Hendrawati Mintarsih mengatakan bahwa pemberlakuan kebijakan ini dimulai di toko ritel modern.

Kebijakan ini, kata Tuti, bertujuan, untuk mengurangi sampah plastik. Berdasarkan catatan dia, dalam 10 tahun terakhir sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, hampir 95 persennya menjadi sampah.

Selain pemberlakuan yang baru pada tingkat ritel modern, hingga saat ini pun belum ada penetapan harga kantong plastik berbayar. Karena itulah, kata Roy, Aprindo juga meminta pemerintah memberikan keleluasaan kepada para pengusaha untuk menetapkan sendiri harga kantong plastik yang dijual di masing-masing toko.

Menurut Roy, kalangan pengusaha sudah bersepakat, selama masa sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, harga jual kantong plastik berbayar dipatok Rp 200. “Ini sudah termasuk PPN, dan disubsidi oleh peritel agar tidak memberatkan konsumen.” Tapi, setelah itu, kata dia, peritel harus dibebaskan menetapkan sendiri harga kantung plastiknya.

Roy menyatakan Aprindo siap membantu pemerintah melakukan sosialisasi dengan pemasangan poster dan penjelasan kepada konsumen terkait kebijakan baru ini. “Kami siap jadi pilot project kebijakan ini, tapi kami juga berharap pemerintah melindungi industri ritel.”

Terkait mekanisme penetapan harga, Aprindo menyarankan pemerintah daerah tidak perlu membuat peraturan khusus. “Kantung plastik ini nantinya diperlakukan seperti barang dagangan lainnya yang selama ini jadi otoritas peritel.”

Adapun soal penghasilan tambahan dari penjualan kantong plastik ini, menurut Roy, sudah disepakati tidak akan dijadikan dana aktivitas sosial. “Dana Corporate Social Responsibility sumbernya tetap dari budget perusahaan, dengan menekan biaya perusahaan tentunya budget perusahaan untuk CSR dapat meningkat.”

PRAGA UTAMA

 

Artikel ini diambil dari Tempo yang dapat dibaca di sini

Bagikan

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza has led Diet Plastik Indonesia, and co-founded it, since 2013. She feels grateful that the environmental law knowledge she learned in college can be used to make changes. In her spare time, Tiza enjoys making doll houses out of cardboard for her children and doing water sports. Tiza is an alumna of the Faculty of Law, University of Indonesia (2002) and Harvard Law School (2010).

Tiza Mafira

Executive DirEctor

Tiza memimpin Dietplastik Indonesa, dan turut mendirikannya, sejak 2013. Ia merasa bersyukur ilmu hukum lingkungan yang dipelajarinya ketika kuliah dapat digunakan untuk membuat perubahan. Pada waktu senggang, Tiza senang membuat rumah boneka dari kardus untuk anak-anaknya dan melakukan olahraga air. Tiza adalah alumna Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2002) dan Harvard Law School (2010).